"Berjualan buku di negeri yang penduduknya tidak suka membaca adalah tindakan heroik"
"... tetap bertahan dengan idealisme, dan semakin idealis dia, semakin melarat dia"
(Dokumentasi pribadi) |
Kalimat ironi tersebut ditujukan untuk Debut Awaluddin, seorang siswa yang idealis yang tetap membuka toko buku di kota kecil pinggir laut, Belantik. Debut, atau biasa dianggap sebagai pemimpin sepuluh sekawan yang terdiri dari Nihe, Junilah, Tohirin, Sobri, Honorun, Handai, Dinah, Rusip dan Salud. Sepuluh sekawan penghuni bangku belakang di kelas. Kecuali Debut, sembilan temannya benar-benar butuh pertolongan di setiap pelajaran.
Kisah ini menceritakan tentang Aini, anak sulung Dinah yang ternyata memiliki tekad luar biasa untuk belajar sehingga dapat lulus di fakultas kedokteran. Tekad itu ia dapatkan karena melihat ayahnya yang sekarat dan hanya dapat disembuhkan oleh dokter ahli.
Namun tidak seperti novel biasanya yang menunjukkan kemudahan yang didapat setelah perjuangan luar biasa, di novel ini kita dipaksa realistis bahwa sekearas apapun perjuangan dalam usaha untuk sekolah tinggi pasti ada benturan di ekonomi. Sama seperti Dinah yang begitu bangga anaknya bisa lulus namun harus menelan pil pahit kemiskinan bahwa ia hanya seorang pedagang mainan kaki lima. Begitu besar biaya yang diperlukan agar Aini, anaknya dapat sekolah kedokteran. Sebuah prestasi hebat di antar hal biasa yang ia miliki.
Dinah mencari pinjaman kesana kemari. Berharap ada yang mau meminjamkannya dan ia berjanji seumur hidup akan melunasi. Yah, tapi bagaimana orang mau meminjamkan puluhan juta jika tak ada jaminan? Bahkan ke rentenir pun Dinah ditolak.
Lalu apa peran sepuluh sekawan tadi dalam hidup Aini?
Sepuluh sekawan itu merupakan teman-teman Dinah, ibunya. Mereka berperan penting dalam untuk memenuhi biaya sekolah kedokteran Aini. Mereka, sepuluh sekawan dengan nilai bobrok zaman sekolah sungguh takjub, bahwasanya anak Dinah, teman mereka yang langganan sakit perut ketika pelajaran matematika bisa lulus fakultas kedokteran.
Apa yang mereka lakukan ?
Novel orang-orang biasa ini bagus. Plot twist yang membuat saya terperangah saat menyelesaikannya cukup mendebarkan. Seperti khasnya andrea hirata yang suka membuat kalimat-kalimat yang menurut saya lucu dan juga ironi, di novel ini juga banyak kita temukan. Contohnya ketika menceritakan wajah Salud yang aneh :
"Demikian mengerikan sehingga jiwa Wali Kelas ibu Tri Wulan tertekan setiap kali melihat wajahnya. Diambilnya suatu keputusan yang elegan. Salud! Mulai sekarang kau duduk di bangku paling belakang sana!"
Nah kawan, aku tidak ingin merusak bagian bagusnya. Pergilah ke toko buku atau perpustakaan online untuk membaca buku ini secara resmi agar dapat merasakan deja vu nya.
Selamat membaca ~~~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar